Sabtu, 28 Januari 2012

Menghindari Beban?

Ditulis oleh : Muhammad Mabrudy

Setelah beberapa saat berbincang dengan sahabat lamaku, saya sadar bahwa ternyata sahabat saya ini telah menjadi orang yang dipercaya melebihi rasa percaya orang pada diriku, setelah itu lamunan-lamunan ku kembali muncul terutama saat-saat dulu ketika saya sama sekali tidak mau mengemban sesuatu maka seribu jalan saya lakukan untuk menghilangkan rasa percaya orang pada orang seribu cara juga saya lakukan supaya keraguan orang tentang diriku bertambah  sampai akhirnya setelah beban ini tidak saya emban saya mulai menyadari bahwasanya beban itu datang bukan atas usaha kita untuk mendapatkan atau menghindarinya tetapi beban itu datang karena kemampuan kita untuk mengemabannya
"dan tdaklah Allah memberikan beban kepada seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya"

Setelah beban itu tidak saya emban sempat terlintas dalam pikiran saya, kenapa dulu saya melakukan hal-hal "bodoh" yang tidak diperlukan, tetapi bukanlah seorang muslim sejati yang ketika mengenang masa lalunya hanya bergumam "seandainya tidak bebini, pasti tidak begitu" tetapi seorang muslim sejati akan mengmbil banyak pelajaran dari kejadian-kejadian masa lalu supaya tidak terulang lagi di masa kini ataupun masa yang akan datang.

Tidak jarang juga terlintas dalam pikiran saya, "orang itu mungkin lebih hebat dari saya, saya tidak akan pernah mampu bila berada dalam posisinya" namun saya juga sering dingatkan oleh beberapa tulisan bahwasanya hebatnya kita tidak bisa dibandingkan dengan henatnya orang lain, tetapi hebatnya kita hanya bisa dibandingkan dengan kita di masa lalu. Sehingga pola pandang kita terhadap orang yang "lebih baik" dari kita, kita tidak boleh menjadikan mereka sebgai sebab dengkinya hati ini, atau kita juga tidak boleh menjadikan mereka sebagai sesuatu yang meredupkan semangat kita, tetapi jadikanlah mereka sumber inspirasi bagi kita tidak peduli apakah dia senior kita, sahabat kita seja dulu atau bahkan mungkin mereka adalah junior-junior kita. 



Perasaan untuk tdak lagi mengemban beban  seperti yang dulu pernah dirasakan kini timbul lagi, tapi saya harus tetap berusaha untuk tetap menjaga segala sesuatu di sekitar kita, kita bukan beamal karena ingin mendapatkan beban, kita beramal bukan kaena ingin mendapatkan kepercayaan begitu juga kita beramal bukan karena ingin menghindari beban, kita beramal bukan karena tidak ingin mendapatkan kepercayaan dari orang lain, tetapi kita beramal karena "Allah dan Rosulnya menyuruh kita untuk beramal dengan sebaik-baik apa yang kita bisa.

Jika kita melakukan kebaikan-kebaikan supaya dengan kebaikan itu kta bisa mendapatkan sesuatu di dunia maka pahal kebaikan itu adalah sesutau yang kita inginkan tersebut tidak lebih dan kebaikan-kebaikan tersebut hanya akan menjadi sebuah fatamorgana dalam gurun pasir kehidupan. Namun bila kita melakukan hal sebaliknya yaitu melakukan kebaikan untuk Allah semata maka kita pasti akan mendapatkan sesuatu yang tidak pernah kita perkirakan.

Jika kita melakukan kburukan dan hal-hal mubah dengan tujuan supaya beban itu tidak jatuh ke kita maka mungkin saja beban itu akan terhinda dari diri kita namun suatu saat perbuatan-perbuatan tersebuat akan menjadi candu bagi kita sedikit demi sedikit yang pada akhirnya akan menjerumuskan kita kepada lubang yang tidak pernah kita perkirakan.

Beramalah maka kita akan mendapatkan apa yang kita ingnkan
Beramalah maka kita akan mendapatkan balasan dari setiap amal kita

"Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat nya pula."
(Al-Zalzalah : 7-8)
 

Al-Furqon Penjara Suciku


Ditulis oleh : Muhammad Mabrudy

Pondok Pesantren Al-Furqon
Muhammadiya berjanji 
Demi Kader yang islami
Membentuk Akhlak yang Mulia
Pribadi muslim handal, teguh, kokoh, paripurna, 

Sinar terang dari pondok kami
Diiring suara kalam ilahi
Hatiku tenang tentram dan damai 
Disela rindu abi dan umi
Ya Allah tuhan rabiku 
Turunkanlah rahmatmu
tuk membela agamamu

Masih ingatkah dengan liri di atas? Lirk lagu yang selalu dinyanyikan minimal 2 kali dalam setap tahunnya ketika penutupan khutbatul Arsy dan ketika khataman. Lirik lagu yang menggambarkan kepribadian pondok pesantren Al-Furqon. Lirik lagu yang dinyanyikan ketika secara resmi kita disahkan sebagai salah satu santri di podok pesantren Al-Furqon

Masih hapalkah kita dengan lagu tersebut?  mungkin ada yang menjawab iya ada juga yang menjawab tidak, saya sendiri perlu waktu beberapa lam untuk mengingat lirik lagu yang penuh kenangan ini. Sebenarnya lirik lagu bukanlah satu-satunya hal penting yang harus diingat dalam memori pesantren, tetapi nilai-nilai yang ada dalam lirik lagu ini harus kita coba untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari terutama oleh mereka yang tidak lagi memegang status sebagai santri.


Pondok Pesantren Al-Furqon merupkan salah satu sekolah yang berada di bawah organisasi masa Muhammadiyah tetapi tetap saja pondok pesantren Al-furqon adalah sebuah pesantren yang bertujuan untuk mencetak kader yang islami, bukan kader dari ormas. Kader islami bukan hanya kader yang berpenampilan islami, tetapi kader islami adalah kader yang memiliki dan mengimplementasikan nilai-nilai islam dalam kehidupan sehari-hari. Sudahkah kita yang pernah mengenyam pendidikan di pondok ini walau hanya seminggu menjadi kader yang islami?

Kader islami yang dicetak podok pesantren Al-Furon juga memiliki akhlak yang mulia, sudahkan kita memiliki akhlak yang mulia, akhhlak kepada saudara, keluarga teman atua bahkan yang harus menjadi renungan adalah akhlak keapda guru-guru kita dulu, mereka adalah guru kita sampai sekarang karena  mereka bukan bekas guru walaupun kadang ada beberapa hal pada diri mereka yang tidak kita sukai. Tidak cukup dengan akhlak mulia tetapi semua orang yang pernah menyanyikan lagu ini memiliki kewajiban untuk menjadikan dirinya pribadi muslim yang handal, teguh, kokoh dan paripurna dalam menghadapi segala permasalahan hidup.

Menyanyikan lagu diatas, merenungi makna per kata menjadikan saya semakin rindu pada suasana di pondok pesantren. Sebuah pondok yang menjadi penjara suci, penjara tanpa jeruji, penjara yang didalamnya terdapat nilai-nilai islami. Sebuah pondok yang memerlukan beribu-ribu alasan hanya untuk izin keluar dari nya apalagi untuk pulang ke rumah dan melepas rindu pada keluarga. Sebuah pondok yang memberikan hukuman untuk setiap kesalahan yang dilakukan, kesalahan dalam berbahasa ataupun dalam keamanan. Sebuah pondok yang sangat jarang sekali libur walaupun semua sekolah libur ataupun kalender merah tetapi aktivitas belajar-mengajar di pondok ini akan terus berlangsung. Sebuah pondok yang penuh dengan tawa dan canda, duka juga derita yang dihadapi bersama-sama atas sebuah nilai kebersamaan ukhuwah islamiyah.

Semua itu hanyalah kenangan belaka yang tidak akan pernah bisa berulang sekalipun, sebuah kenangan yang menempel kuat dalam memori kehidupan kita. Marilah kita merenung sejenak, untuk apa kita menjalani kehidupan yang berliku di sebuah pesantren tanpa adanya tujuan? untuk apa kita menjalani kehidupan yang penuh tantangan dalam pondok tanpa ada sebuah hasil?. Sungguh ingin sekali rasanya kembali menjadi santri, walaupun penuh dengan paksaan tetapi amalan, perbuatan dan akhlak kita setidaknya lebih terjaga, tetapi kita harus sadar bahwa hal itu tidak mungkin terjadi dan tidak akan pernah terjadi. Maka hal yang harus kita lakukan adalah sebisa mungkinuntuk menjadikan kehidupan kita di pesantren dulu bermanfaat bagi kehidupan sekarang, berusaha  menjadi kader islami, berusaha tuk memliki akhlak yang mulia, berusaha tuk menjadi pribadi muslim yang handal, teguh, kokoh dan paripurna, berusaha untuk membangun tuk menjaga nama baik almamater juga berusaha tuk membangunnya. Hal yang paling indah yang bisa kita lakukan adalah berusaha membagi kenkmatan indahnya di pesantren dengan saudara kita yang lain bak yang sudah merasakannya atau yang belum merasakannya.



Begitulah uraian kata dari seorang yang pernah menjadi santri yang bangga akan almamaternya. Sungguh begitu banyak hal yang bisa kita lakukan baik ketika masih jadi santri ataupun ketika sudah tidak menjadi santri. Bukan hanya untuk pondok pesantren tempat kita menimba ilmu bahkan untuk negara dan agama tercinta. Majulah pendidikan pesantren Indonesia, majulah Pondok Pesantren Al-Furqon demi kemajuan bangsa, demi kemajuan umat islam.

Wallahu a'lam
Semoga bermanfa'at

Selasa, 24 Januari 2012

Beginikah Cinta?


24/1/2012 | 29 Shafar 1433 H |
Oleh: Ario Muhammad



Ilustrasi (almuhandis.wordpress.com)

dakwatuna.com - Aku berlari dengan nafas memburu. Otakku seakan berhenti berpikir, dada sesak, penuh, semua sesal dan sedih berkecamuk jadi satu. Kususuri jalanan kampus yang masih sedikit basah karena hujan kemarin malam. Aku benar-benar kalut. Bingung. Pikiranku mulai bergumam sendiri dengan batinku.
“Beginikah jadinya? Beginikah rasanya mengakhirkan harapan?
Beginikah rasanya menghentikan cinta yang sudah terlanjur dalam?
Aku harus berkata apa? Bertanya pada siapa?”
Jalanan ini tentu saja takkan memberi jawab. Sore menuju senja yang selalu indah ini tentu saja takkan menenangkanku. Aku tak bisa berbuat apa-apa selain kekalutan yang luar biasa menghinggapi dada.
“Haruskah melepasmu cinta? Melepas segala rasa yang tumbuh subur merekah hingga kini dan entah kapan berakhirnya?
Haruskah ku bunga jauh-jauh penggal harap yang entah kenapa masih membuatku sesak ketika kutahu aku tak bisa memilikimu cinta?
Haruskah aku membalikkan semua waktu agar perasaan ini tidak pernah ada di dalam diri? Atau setidaknya…
Ahh… Allah… mungkinkah kau izinkan aku mengembalikan kekosongan jiwa agar yang terisi hanya KAMU? Hanya KAMU ya Rabb… Hanya KAMU… hanya KAMU yang kucinta. Mungkinkah ya Rabb?”
Dadaku semakin sesak. Air mata lagi-lagi dengan tak sopannya keluar tanpa pernah mau kuperintahkan. Aku laki-laki, dan kini aku menangis.
“Aku benci dengan perasaan ini. Benci dengan keadaan ini.
Aku sadar aku harus bangkit. Tak boleh lemah hanya karena kehilangan kesempatan merealisasikan harapku. 
Aku tak boleh kalah, hanya karena imaji yang sedari dulu kubangun akhirnya pergi dan menghilang tanpa bekas. Aku benci dengan semua perasaan yang telah porak-poranda ini. Aku harus bangkit. Tak boleh seperti ini.”
Kukuat-kuatkan hatiku agar tetap seperti dulu. Tenang dan segar. Namun percuma. Setiap larian kecilku mengelilingi kampus hijau ini, membuatku semakin tergugu. Pikiranku tak bisa untuk kuhentikan dalam mengingat sang permata jiwa. Semua kenangan seperti tergambar jelas di benakku. Kenangan tentangnya semua menyeruak tanpa tahu betapa aku sakit ketika mulai mengingatnya.
Cinta… atau entah apa namanya. Kenapa begitu mempengaruhiku hingga semua alam rasionalku pergi entah kenapa. Maryam Syakila, sosok itu. Yang mengisi penggal harapku hingga detik ini terus saja berkeliling di alam pikirku.
“Sedalam inikah perasaanku? Separah inikah aku tenggelam dalam cinta yang semu?
Jika memilikimu bukanlah takdirku, maka tolong berilah aku kesempatan untuk pergi darimu. Sejenak melupakan apapun tentangmu.
Aku ingin amnesia sejenak, tak pernah mengenal siapapun terutama kamu dari hidupku. Ini terlalu menghempaskan. Merebut semua rasaku.
Aku mati, mati rasa.
Dalam kekakuan, kebekuan, namamu masih saja ada. Harus ku kata apa, jika memang segalanya begitu dalam terasa? Harus kubilang apa cinta?”
Aku membodoh-bodohkan diriku sendiri setelah melewati lebih dari 3 kilometer. Berlari tanpa arah. Pikiranku tertuju kembali mengenang kisah usaha untuk melamar Maryam Syakila selama 2 pekan ini.
“Mohon maaf, apakah Zahra bisa membantuku mencari tahu perihal Maryam Syakila? Bukankah dia sahabatmu sejak SMA?” Sapaku kepada Zahra, sahabat dekat Maryam semenjak SMA. Setahuku mereka memang masih dekat hingga sama-sama melanjutkan kuliah di Universitas Indonesia (UI). Kukirim email singkat ini kepadanya.
Jangan Tanya degupan jantungku saat itu. Aku begitu tegang tak terkira. Ini adalah momen yang sudah kutunggu sejak lama. Sudah 9 tahun, aku mengagumi sosok bernama Maryam Syakila. Dia sederhana, tak banyak bicara, namun cerdas dan mempesona. Apalagi yang mau kukata jika dia telah menjadi yang pertama dalam perasaanku, dan entah kapan lagi aku bisa mengakhirkan segala rasa ini. Perasaanku semakin dibuat tak karuan ketika mengetahui keshalihannya. Semenjak SMA, baju seragamnya yang panjang ditutupi dengan jilbab yang terurai indah sampai ke dadanya membuat jantungku semakin berdetak kencang setiap kali bertemu dengannya. Aku harus berkata apa, jika cinta telah merenggut habis semua perasaanku? Aku hendak menghentikan segalanya, namun segala tentangnya telah merebut habis setiap sisi hatiku. Aku juga hendak menghentikan segala pengaruh tentangnya, tapi apa lagi yang mampu ku buat, ketika penantian hamper 10 tahun ini, akhirnya datang juga. Ini kesempatan terbaikku untuk merealisasikan imaji, harap, dan doa yang sudah kusimpan erat sejak dulu. Aku harus melamarnya dan menjadikannya istimewa dalam nyata. Itu saja. Tak ada yang lain yang aku siapkan dan pikirkan selain merealisasikan segala rencana untuk menikah dengannya.
“Oh ya… Alhamdulillah saya masih sering berkomunikasi dengannya. Ada apa ya?” Zahra membalas emailku melalui YM yang kuhidupkan sejak tadi.
“Hmmm… Saya hendak menjalankan salah satu sunnah Rasul. Saya ingin tahu apakah Maryam Syakila sedang proses Ta’aruf atau telah di khitbah oleh seseorang? Jika tidak, saya ingin melamarnya…” Jawabku tanpa pikir panjang. Buatku ini melegakan.
“Oalah…  Jawab Zahra sedikit kaget.
“ :) ” Aku membalasnya dengan icon tersenyum, memahami kekagetannya.
“Baiklah Rangga. Tunggu aja ya kabarnya dalam 1-2 hari ini. Insya Allah akan saya beritahukan informasinya…” Tutup Zahra
Sudah 2 pekan ini, malam-malamku adalah malam-malam penghambaan penuh khusyu kepada Allah. Aku mengirimkan doa terindah kepada-Nya, berharap DIA berkenan mempertemukanku dengan Maryam. Berharap segala daya dan usaha yang kulakukan hingga saat ini diberkahi dengan sebuah momen terindah yang telah kupatrikan dalam do’a-do’aku selama 9 tahun ini. Aku hanya berharap memilikinya, itu saja.
Esoknya, aku menerima sms singkat dari Zahra yang memberitahukan info lengkap soal Maryam ada di inbox emailku.
Aku buru-buru membuka emailku berharap ada berita yang melapangkan jiwaku. Namun betapa kagetnya, ternyata isi email yang dikirimkan Zahra kepadaku sungguh berbeda dengan yang kukira.
“Mohon maaf Rangga… Saya sudah mengecek kondisi Maryam, terkait kesempatanmu untuk melamarnya. Saat ini, dia sudah di khitbah oleh seorang ikhwan dan Insya Allah akan melangsungkan akad dan walimahannya bulan Desember tahun ini…”
Hilang sudah… Pecah… Semua harapan itu sirna. Aku terlambat, sangat terlambat. Tubuhku bergetar seketika, hatiku tak bisa berkata apa-apa selain merasai kekalutan yang luar biasa. Aku terdiam, dan tak sadar, air mataku dengan sendirinya mengalir.
Habis sudah… kering… tak ada lagi harapan yang ku bangun bertahun-tahun. Aku memang lambat, aku memang bodoh, aku memang kerdil. Kenapa sedari dulu aku tidak memulai duluan untuk melamarnya? Kenapa dari dulu aku tidak berani merealisasikan segala macam perasaan ini agar mampu bersama dengannya? Kenapa?
Beribu pertanyaan berkecamuk di dada. Lebih dari itu, aku menyesal, begitu menyesal. Kenapa aku begitu terlambat membuat keinginan yang kubangun sejak 9 tahun ini menjadi nyata. Kenapa?
Aku membodoh-bodohi diriku sendiri karena terlalu lama dalam beraksi. Jika aku cinta, harusnya aku lebih berani dari siapapun. Jika aku cinta, harusnya aku tak menunggu lama. Dan jika ini gagal, harusnya aku tak sesedih ini, aku tak sehancur ini. Tapi kenapa?
Perasaan yang tak karu-karuan itu aku larikan hingga sore ini. Jalanan di sekitar kampus masih kususuri sembari mengingat kegagalan melamar Maryam Syakila.
“Andai pesonamu hanya sesederhana bunga jalanan…
Maka mungkin sedari dulu telah kulupa…
Tapi pesonamu adalah pesona edelweiss yang sulit tuk kugapai dan kupetik tangkainya.
Pesonamu adalah pesona menggetarkan yang terpancar dari kecintaanmu pada Allah bersama orang-orang yang mencintai-Nya.
Jika sebegitu kuat pesonamu menarikku, apa lagi yang harus kukata jika memang padamu, segala cinta ini telah terenggut?”
Aku menangis lagi, mengingat puisi sederhana itu kutulis beberapa saat setelah menerima email dari Zahra. Sungguh ini begitu berat terasa. Aku sungguh idiot, sungguh tolol, bagaimana bisa aku mengingatnya dalam ingatannya yang begitu sulit untuk kulupa.
“Jika GAGAL, maka lupakan…”
Teringat nasihat dari seorang sahabatku. Aku harusnya mampu melupakannya. Melupakan Maryam Syakila dalam setiap sisi hatiku.
Lagi-lagi kukuatkan diriku agar mampu melewatinya. Keringatku mulai bercucuran ketika mendekati gedung Fakultas Teknik, menuju labku. “aku harus tenang… Sabar…” Kucoba menguatkan hatiku walau pikiranku masih kalut.
***
Sejak ba’da Isya tadi, aku sudah rebahan. Sepertinya tubuhku lelah karena menangis. Sebeginikah parahkah? Aku bahkan tak mampu memikirkan sebelumnya kalau efeknya akan begitu hebatnya. Mataku baru terpejam beberapa jam kemudian.
Samar-samar aku terbangun, di kamar kos-kosanku yang sederhana. Lampu masih kumatikan semenjak istirahat tadi, gelap di sekeliling ruangan. Kuhidupkan handphone-ku melihat jika ada pesan penting yang masuk sekalian melirik jam berapa sekarang. Sudah 04.00 dini hari rupanya. Aku tertidur cukup lama.
Kubuka selimut yang menghangatkan tidurku sejak semalam, kemudian menuju kamar mandi dan mengambil wudhu. Apalagi kini yang tersisa, selain Allah sebagai zat terbaik untuk mengadu?
4 raka’at awal kulewati dengan luruh air mata yang tak terbendung.
“Allah…
Beginikah jadinya jika aku berani bermain hati? Beginikah jadinya jika aku menyisihkan cinta-Mu yang agung dan begitu purna? Beginikah akibatnya?
Ampuni aku, dalam khilafku akibat salah di masa lalu. Beri aku waktu untuk menyembuhkan segala kotoran di hati ini agar yang ada hanya KAMU ya Rabb…”
Doa it uterus ku ulang-ulang.
Memasuki Rakaat ke-6 Tahajjudku. Air mataku semakin tak tertahankan.
“Apa lagi Rangga… Apa lagi yang mau kau katakan kepada Allah? Bentuk protes apa lagi yang hendak kau kirimkan kepada-Nya jika Allah telah memberi segalanya. Allah telah memudahkan studi S1-mu, meski tanpa biaya orang tua, Allah memudahkan jalanmu untuk meraih prestasi membanggakan selama studimu. Allah mudahkan hidupmu dengan pertemuan bersama orang-orang shalih yang menenangkan dan penuh nasihat, Allah mencelupkanmu dalam balutan kasih saying-Nya untuk senantiasa mengingat-Nya, Allah memberimu nikmat yang tak terhitung jumlahnya.
Lalu kini? Jika hanya seorang Maryam Syakila yang tak bisa kau miliki. Haruskah kau hentikan rasa syukurmu? Haruskah kau habiskan harimu dengan sederetan pelarian dari jalan Allah sebagai bentuk betapa kecewanya dirimu kepada Allah? Haruskah Rangga? Haruskah… Sedang mencintai Allah itu membahagiakan… Memiliki Allah itu adalah kenikmatan yang tiada duanya.
Makhluk-Nya? Mengharap mereka adalah sebuah kebodohan, mencintai mereka dengan penuh seluruh adalah kejahiliyahan. Apa lagi Rangga? Apalagi yang tersisa selain ini adalah akibat dari kesalahanmu memelihara rasa. Jika berani, seharusnya sedari dulu kamu mulai berusaha untuk memilikinya dalam balutan ikatan suci yang indah. Tapi jika tak sanggup, seharusnya kamu TEGAS dengan hatimu. TEGAS dengan rasamu. Jika ia bukan untuk cinta yang halal, maka takkan kurasakan. Seharusnya begitu Rangga… seharusnya begitu”
Aku semakin tergugu hingga di akhir witirku. Tubuhku bergetar hebat. Rasa malu begitu terasa di dalam jiwaku. Sungguh betapa hinanya aku menangisi seorang Maryam Syakila hanya karena sebuah penolakan dan keadaan yang sebenarnya begitu sederhana saja. Tidak seharusnya aku larut dalam kesedihan yang sebagian besar karena ulahku. Kenapa aku sebegini terlukanya, sedang Allah telah menyediakan begitu banyak hikmah dan nikmat yang ada di tiap lembar hariku. Kenapa aku se sedih ini sedang Allah telah banyak memberiku kesempatan untuk melejit, melangkah, dan berbuat banyak hal untuk dunia. Ahh… aku kalah, kalah dengan godaan syetan yang memabukkan rasa di dalam dada.
Kukuatkan diriku ketika muhasabahku terhenti dengan lantunan azan subuh di Masjid dekat kos-kosanku.
“Aku harus memulai hariku yang baru… Penuh semangat… Penuh Antusias… Aku harus menghapus semua kenangan tentang Maryam… sekecil apapun aku harus menghapusnya…” Sahutku.
Subuh itu. Adalah subuh penghambaan penuh kekhusyuan yang pernah kurasa dalam hidupku.
“Allah… Jika dia memang bukan yang terbaik bagiku… Maka gantikanlah yang lebih darinya… Shalihkan diriku hingga aku mampu memiliki seorang permata jiwa yang juga seshalih diriku. Sempurnakan agamaku dengan seseorang yang akan kucintai sepenuh jiwaku Dan akan kujadikan ia sebagai belahan hati terindah di dunia. Namun jagalah agar hati ini selalu ada KAMU ya Rabb… hanya ada KAMU… bukan yang lain…”
Kuseka air mataku yang masih mengalir di ujung doa ku subuh ini. Mencoba menguati hati agar mampu melangkah.
“Jika tak hari ini, maka aku akan kalah selamanya…”

Minggu, 22 Januari 2012

Hidup Penuh Warna

Ditulis oleh : Muhammad Mabrudy

Berbicara tentang warna, kita tidak hanya berbicara tentang pelangi yang berwarna me-ji-ku-hi-bi-ni-u, berbicara tentang warna juga tidak hanya mebicarakan tentang jajanan anak-anak yang menarik dan penuh warna, tetapi hidup juga penuh warna-warni yang dengannya hidup menjadi menarik, kadang warnanya monoton kadang juga kita menemukan warna-warna yang tidak luar biasa dan tdak terduga.


Dalam sebuah desain warna adalah unsur yang sangat penting yang memiliki arti psikologis, sedangkan dalam seni rupa warna adalah pantulan tertentu dari cahaya sedangkan dalam fisika warna merupakan spektrum tertentu yang terdapat dalamsuatu cahaya sempurna (warna putih), stiap warna ditentukan oleh panjang  gelombang cahaya tersebut.
Dalam proses pembiasan cahaya putih dibiaskan dengan sudut yang berbeda dan perbedaan sudut inilah yang menyebabkan munculnya berbagai macam warna, dalam kehidupan sehari-hari setiap orang selalu memiliki sudut pandang tersendiri terhadap sebuah permasalahan, seseorang yang memandang suatu permasalahan dari sudut yang sempit akan berbeda dengan orang yang memandang dari sudut yang luas, tetapi perbedaan sudut pandang ini kadang menjadi sebuah peptikaian dan permasalahan baru padahal hakikatnya permasalahan itu bersumber dari satu orang yang sama.

Contohnya ketika ada seseorang yang sedang beribadah di masjid dengan pakaian yang sangat rapih padahal biasanya orang tersebut biasanya berpenampilan apa adanya atau bahkan bisa disebut tidak rapih, maka setiap orang yang melihatnya pasti melihat dengan cara yang berbeda, ada yang melihat dia sudah taubat, ada juga yang melihat mungkin dia lagi cari perhatian, ada juga yang melihat dengan biasa-biasa saja dan masih banyak cara lain ketiak melihat orang tersebut. Berbagai macam cara melihat orang tersebut sah-sah saja sebagaiman kita melihat sebuah warna tetapi semuanya harus mengingat satu hal bgaimanapun warnanya pada hakikatnya semua berasal dari warna putih, bagaiman pun cara orang melihat pada hakikatnya yang tahu segala sesuatu adalah orang yang melakukan perbuatan itu sendiri selain Allah SWT.

Hal penting lain yang perlu kita ketahui bersama adalah prinsip melihat, kita bukan bisa melihat bukan hanya karena mata kita saja, kita bisa melihat karena adanya cahaya tetapi kita melhat bukan karena mata yng mengeluarkan cahaya seperti yang ilmuan zaman dulu pikirkan tetapi kita bisa melihat karena benda-benda sekitar kita memantulkan cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda, dan sumber cahaya berasal dari benda lain di luar mata kita. Oleh karena itu dalam melihat sebua masalah jangan pernah menyandarkan segala sikap dan praduga kita dari segala yang kita lihat, karena hakikatnya kita tidak tahu apa-apa. Hal yang harus  dijadikan sumber adalah masalah itu sendiri atau orang yang melakukan masalah, pastikan segala sesuatu kepada orangnya tetapi jangan pernah kita lupa pada sumber yang utama, sumber dari segala sesuatu yaitu cahaya, cahaya dalam kehidupan berasal dari Penguasa alam semesta ini yaitu Allah SWT. Jadi dalam menghadapi kehidupan jangan pernah sandarkan solusi pada hal yang kita lihat tapi kemabillah pada sumber kehidupan Allah SWT, dan Allah pasti memiliki solusi atas segal sesuatu.

Wallhu a'lam
Semoga bermanfa'at

Rabu, 18 Januari 2012

Lupa adalah sebuah ni'mat

Dituls oleh : Muhammad Mabrudy

"aduh lupa,.?

Ya, kata-kata itu mungkin sering muncul, baik dalam benak kita, maupun langsung diucapkan, baik ketika ujian ataupun dalam momen-momen penting lainnya. Apa yang kita rasakan saat itu? apa yang kita rasakan saat kita lupa? Mungkin setiap orang akan merasakan berbagai macam hal dan bila hal itu merupakan sesuatu yang penting, mungkin orang akan menyesal pernah melupakan sesuatu.

Lupa menurut ahli Irwanto dalam bukunya Psikologi Umum, lupa merupakan seuatu gejala saat informasi yang telah disimpan tidak dapat digunakan kembali untuk digunakan. Dalam perkembangannya ada 5 teori tentang lupa, tetapi bukan teori itu yang akan saya tuliskan di sini tetapi mari kita renungkan sejenak tentang lupa itu sendiri. 

Saya termasuk orang yang pelupa terutama dalam beberapa hal, dalam mengenal orang saya harus bertemu dengannya berkali-kali supaya dapat mengingat wajah dan namanya, begitu juga bila bertemu dengan kawan lama, kadang sanngat sulit sekali utntuk mengingat siapakah dia sebenarnya di masa lalu saya?, tetapi saya masih bisa bersyukur karena tingkat pelupa saya masih belum berada dalam tingkat yang benar-benar tidak bisa ditolerir. 


Dalam menghadapi ujian biasanya lupa sering sekali menjadi kambing hitam ketidakmampuan kita dalam menyelesaikan ujian padahal lupa itu wajar, terutama lupa dalam ujian karena sebenarnya kita itu tidak harus mengingat apapun dari sebuah pelajaran tetapi yang harus kita lakukan adalah memahami proses terjadinya sesuatu. Suatu hari dalam sebua perkuliahan, perkuliahan tentang fisika tentunya dosen saya berkata pernah berkata : "Lupa adalah sebuah ni'mat, karena kalo tidak ada lupa tidak akan pernah ada pergantian antara kebahagiaan dan kesedihan". Pertama saya berfikir maksud dari perkataan tersebut, tetapi tidak memerlukan waktu yang lama saya menyadarinya kalo lupa adalah benar-benar sebuah ni'mat yang Allah berikan kepada kita makhlukNya. 

Lupa dalam kasus pertama (lupa membawa sesuatu, lupa saat ujian) mungkin adalah lupa yang sering kita kambing hitamkan, padahal lupa-lupa itu sebenarnya merupakan buah keteledorang kita sendiri terhadap sebuah perkara. Lupa pada hakikatnya adalah ni'mat karena dalam kehidupan ada kebahagiaan dan kesedihan, dalam masa-masa kehidupan kita tentunya ada masa ketika kita itu sangat sedih disebabkan oleh sebuah peristiwa ataupun perilaku seseorang kepada kita, mari kita bayangkan masa-masa itu dalam kehidupan kita dan coba bayangkan apa yang terjadi jika rasa sedih itu masih terasa jelas sampai sekarang, mungkin kita tidak akan pernah memilih untuk melanjutkan hidup ini. Tetapi berkat sebuah kinerja otak yang disebut dengan "lupa" kita masih bisa merasakan kebahagiaan walaupun kita pernah merasakan kesedihan, kesedihan itu mungkin terlupakan, tetapi sebenarnya tidak terlupakan tetapi tersimpan pada satu bagian otak yang membuat kita tidak terlalu mengngatnya . Begitu pun dengan kebahagiaan, lama-kelamaan bahagia juga akan tersimpan dalam bagian otak yang lain, begitula "lupa" memberi warna dalam kehidupan kita, begitulah "lupa" menjadikan kita dapat merasakan manisnya kehidupan. 

"Lupa" hasil keteledoran kita adalah sebuah sikap yang dapat diperbaiki.
Sedangkan "Lupa" dalam diri kita adalah sebuah alasan yang masih membuat diri kita bahagia saat ini,

Semoga bermanfa'at  

Senin, 16 Januari 2012

Jadiah nol, karena nol bukan kosong

Ditulis oleh : Muhammad Mabrudy


Angka nol adalah sebuah angka yang ditemukan oeh imuan muslim bernama Al-khawarizmi yang lahir tahun 780 di Kwarizm (sekarang khva, Uzbekistan), angka nol daam bahasa arab disebut shifr dan mulai diperkenalkan kepada ilmuan barat sekitar 250 tahun setelah ditemukannya angka nol oleh al-khawarizmi. 

Dalam bahasa indonesia untuk menyebut angka "nol" ada juga yang menyebutnya dengan sebutan "kosong", padahal keduanya jelas-jelas memiliki makna yang berbeda, apalagi bila orang yang mempeajari matematika mendengarnya, keduanya jeas sekali memiliki makna yang berbeda. "Nol" itu bernilai sedangkan "kosong" tidak bernilai, mungkin bila angka "nol" berdiri sendiri maka nilainya akan menjadi kosong, tetapi nol tidak akan menjadi kosong bila disandingkan dengan angka-angka yang lain. Hal ini sangatlah unik, ada sebuah angka yang sangat berperan penting dalam bilangan, tetapi bila angka ini berdiri sendiri maka nilainya jadi tidak berarti. 

Itulah hal pertama yang bisa kita pelajari dari sebuang angka "nol", kecil tapi berarti, bila dibandingkan dengan sebuah amalan maka nol adalah amalan-amalan kecil yang kadang banyak orang menggap tidak bernila dan tidak berarti, jika hal ini terjadi maka dapat dianalogikan pada angka nol yang berada di sebelah kanan angka lain contohnya yaitu 001 yang maknanya tetap saja 1. Tetapi bila kita dapat memperhatikan hal-hal kecil dari amalan keci ini maka nilainya akan bermakna atau bahkan berlipat, seperti dua angka nol yang berada di samping kanan angka 1 yaitu 100 maka nilainya akan jauh lebih besar daripada angka 1 itu sendiri.

Hal lain yang dapat dipelajari dari angka "nol" adalah keunikannya jika angka ini dalam perkaian dan pembagian, angka nol ini merupakan gambaran seorang hamba yang bisa kita contoh. Dalam operasi perkalian, bilangan apapun selain yang dikalikan dengan nol maka hasilnya akan menjadi nol, tidak peduli sebanyak apapun bilangan sebelumnya, tidak peduli serumit apapun angkanya, tidak peduli sekomplek apapun persamaannya, hasilnya akan tetap nol. Seperti itulah harusnya iman kita, tetap istiqomah, iman kita tidak boleh bergantung pada iman orang lain, tidak boleh bergantung pada keadaan sekitar, iman kita harus tetap walaupun pada hakikatnya iman manusia itu bertambah dan berkurang.

Jika iman kita masih bergantung orang lain, maka kita akan berfikir dua kali ketika melakukan kebaikan contohnya ketika pergi pengajian maka sebelum timbul akan timbul pertanyaan, "yang lain ikut ga ya?", maka dapat diperkirakan apa yang akan terjadi selanjutnya, kejadiannya akan bergantung kepada pertanyaan diatas, tetapi bila iman kita, tekad kita tidak bergantung kepada orang lain maka tidak peduli orang lain hadir atau tidak, kita akan tetap merasakan mnisnya hadir dalam sebuah majelis pengajian, tidak peduli orang memuji atau menghina, yang kita rasakan hanyalah manisnya iman, manisnya mendekatkan diri kepada Allah SWT.



Dalam operasi pembagian pada matematika nol juga memiliki hal yang unik, yaitu hal yang sama seperti pada operasi perkalian yaitu konsistensi nilai, namun pada operasi pembagian nol adalah hal yang unik karena nilai konsisten yang dihasilkan adalah tak hingga. Berapapun nilai jika dibgai dengan nol maka hasilnya adalah tak hingga, setiap angka dalam bentuk apapun ketika dibagi dengan nol harganya tetap konsisten tak hingga. Seperti itulah layaknya kita berbuat, seorang hamba di depan Penciptanya, ketika kita meng"nol"kan diri dihadapan Allah SWT maka kita akan mendapatkan sesuatu yang tak terhingga, tak ternilai dan luar biasa.

Dengan bersikap seperti itulah kita telah mengembalikan hakikat kita seorang hamba dihadapan Tuhannya, karena dihadapan Allah kita adalah nol dan tidak ada apa-apanya, seberapa hebat apapun dia dalam kehidupannya, seberapa kuat apapun dia bla dibandingkan dengan hambanya yang lain dan seberapa pintarpun dia dibandingkan dengan makhluk yang lain, seorang hamba hakikatnya adalah nol bila dbandingkan dengan sang pencipta. Di hadapanNya kita bersikap "nol" tidak ada apa-apa pasrah dengan kuasaNya tetapi bukan bersikap kosong tanpa ikhtiar dan do'a.

Apa yang akan terjadi bila kita tidak meng"nol"kan diri dihadapannya, maka yan terjadi setelahnya akan sangat mudah ditebak, jika kita menjadi angka 1 dihadapanNya yaitu bersikap seolah-olah apa yang terjadi berasal darinya maka hasil dari usaha akan selalu bergantung pada keadaan bila keadaan diluar mendukung dan nilainya besar maka ketika dibagi dengan angka satu hasilnya akan jadi besar namun jika hal sebaliknya terjadi maka hasil yang didpatkan akan menjadi kecil. Hal yang lebih berbahaya adalah ketika kita bersikap lebih besar dan sombong dihadapannya yaitu ketika kita menjadi angaka 2, 3, 4 dst, maka dalam operasi pemabagian ini hasil yang akan didapatkan akan menjadi kecil dan mungkin sangat tidak bermakna. 

Begitulah sebuah angka mengajarkan kita, mengajarkan kita supaya menjadi hamba yang tetap berada di jalan kebenaran. Har ini kita belajar dari "nol", belajar untuk tetap istiqomah dan kemabali kepada hakikat kita. Semoga bemanfaat,.,.

Ibnu Al-Haytsam (Ahli Fisika yang Disegani Bacon, da Vinci, dan Keppler)


Nama lengkapnya Abu Ali al-Hasan bin al-Hasan bin al-Haytsam al-Basri al-Misri, juga dikenal dengan nama Latin al-Hazen, Avennethar, Avenetar. Ia lahir di Basra sekitar tahun 354 H/ 965 M. Tetapi hendaknya ia dibedakan dengan al-Hazen lain yang pernah menerjemahkan karya Ptelemaious, “Almages”, pada abad ke-10 M. Ibnu al-Haytsam adalah salah seorang ahli matematika ulung serta ahli fisika terbaik yang paling disegani sejak abad ke-11 M. Di masa hidupnya ia juga tercatat sebagai ahli fisika pertama dari kalangan Islam.[1] 

Pada tahun-tahun terakhir hidupnya, ia pindah ke Mesir, dan bekerja di bawah pemerintahan khalifah Fathimiyah, al-Hakim (966-1020 M). Ia dipercaya mencari metode untuk memantau banjir tahunan sungai Nil, tetapi ia gagal mengemban misi ini karena memang misi tersebut terlalu berat untuk dibebankan ke pundak seorang al-Haytsam. Bahkan menurut sebuah sumber, karena kegagalan mengemban misi tersebut, al-Haytsam seolah-olah menghilang, malahan ada juga yang menyatakan ia gila, hingga pada saat kematian al-Hakim.2[2]
Dalam “ Uyumul Ariba fi Thabaqat al Attiba”, disebutkan bahwa karyanya mencapai 200 judul karya ilmiah. Tulisannya meliputi bidang optik, matematika, farmakologi, fisika dan filsafat. Lewat karyanya itulah dapat diketahui betapa pengetahuannya tentang penulis-penulis Yunani amat dalam dan luas, khususnya tampak dalam bahasan dan kritik-kritiknya terhadap Ptelemaious. Teori-teori optiknya jauh lebih tinggi dari apa yang dihasilkan Ptolemeus, dan berpengaruh besar terhadap ilmuwan-ilmuwan Eropa di zaman renaissance dan sesudahnya, seperti Roger Bacon, Leonardo da Vinci, John Kepler, Descartes dan lain-lain.[3]  Bahkan menurut John William Draper dalam “History of The Intellectual Development of Europe” al-Hazen merupakan orang pertama yang memperbaiki kekeliruan konsep Yunani tentang penglihatan. Keterangannya tidak didasarkan pada hipotesa dan perkiraan belaka, tetapi pada penyelidikan anatomi dan pembahasan geometris.[4]  Di antara karya-karyanya antara lain:

  1. “Maqalah fi Istikhraj Samt al-Qiblat”, di dalamnya ia menyusun teorema kotangen seperti yang kita kenal sekarang ini.
  2.  “Maqalah,fi Hayat al-Alam”, Buku ini diterjemahkan ke dalam dua bahasa Hebrew  dan juga diterjemahkan ke dalam tiga bahasa Latin yang salah satu di antaranya diedit oleh J. Millas dengan judul “Las Traduciones Orien tales”, sedang yang lainnya ke dalam bahasa Persia dan Castilis. Buku inilah yang kemudian berpengaruh besar pada tokoh-tokoh penerusnya, Misalnya pada karya-karya lbnu Rusyd, al Jaghmini, al- Kazwini dan Peurbach.
  3.  “Kitab fi al-Manasit”, (Kamus optika). Karya mi diulas dengan amat jelas oleh Kamaluddin al-Farisi, lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan diterbitkan pada tahun 1572 M di Basla oleh Frederick Risner dengan judul “Thesaurus Opticus” atau “Opricae Thesaurus of al-Hazen”. Penulis-penulls Abad Pertengahan yang memperdalam studinya tentang ilmu-ilmu mata, menggunakan buku ini sebagai pegangan. Di antara mereka adalah Roger Bacon, Pole Witelo (Vitellio), Leonardo da Vinci dan Johann Keppler. Bahkan sebuah buku Dioptics (ilmu bias sinar) yang dikarang oleh Johann Keppler yaitu “Ad vitellionem Parapomena”, yang diterbitkan pertama kali di Frankfurt pada tahun 1604 M, didasarkan sepenuhnya pada karya al-Hazen (Ibnu al-Haytsam).
  4.  “Fl al-Maraya al-Muhriqah bi ad-Dawa’ir”, yang diterjemahkan oleh E. Wiedemann dalam “Bibliotheca Mathematica”, tahun 1910 M.
  5. “Maqalahfi Daw al-Kamar”, merupakan sebuah karya penting yang menguraikan sejumlah gagasan-gagasannya secara terperinci mengenai cahaya, warna-warna dan gerak-gerak langit (The Celestia Movement).
  6. “Fi al-Marava al-Muhriqah bi al-Kuru “, sebuah buku tentang cermin-cermin parabolik, juga diterjemahkan oleh Wiedemann dan J.L. Heiberg dalam “Biblioteheca Mathematica”, tahun 1910 M.
  7. “Fi anna al-Qura Awsa al-Asykal al-Mujasama Allati Ihatuha Mutasawiya wa anna ad Da‘ira Awsa al-Asykal al-Musattaha allati thatuha Mutasawiya”, Buku mi di terjemahkan dan dibahas oleh H. Dilgan pada tahun 1959 M. Dalam buku tersebut alHaytsam menunjukkan bahwa dari dua poligan (segi banyak) tetap yang digambarkan dalam suatu lingkaran yang sama, mempunyai jumlah sisi yang lebih banyak, maka juga akan mempunyai permukaan dan garis keliling (perimeter) yang lebih luas pula.
  8. “Fi Surat al-Kusuf’ merupakan buku yang pertama kali menguraikan dengan terperinci mengenai penggunaan kamera obscura pada pengamatan gerhana-gerhana matahari. Ini diterjemahkan oleh F. Wiedemann pada tahun 1914 M.
  9.  “Dzawahir al-Fasaq” (tentang gejala-gejala senjakala). Terjemahan bahasa Iatinnya masih ada, namun naskah aslinya sudah dianggap hilang karena dibakar oleh kardinal Ximenez Cisneros di Spanyol, yang membenci ilmu pengetahuan.
  10. “Fi Kayfiyyaf al-Jzlal” diterjemahkan secara ringkas oleh E. Wirendemann pada tahun 1970 M.
  11. “Fi Atsar alladzifi al-Kamar” diterjemahkan oleh C. SchoyHannover tahun 1925 M.
  12. “Fi ad-Daw”, pada tahun 1882 diedit oleh E. Baartmann serta diedit di Kairo pada tahun 1936 M.
  13. “Fi al-Makan”, terjemahan ringkasannya oleh F. Wiedemann pada tahun 1909 M.
  14. “Fi Istikhraj Mas’alah Adadiyyah” juga diterjemahkan oleh E. Wiedemann pada tahun 1909 M.
  15. “Fi al-Ma’lumat”, diterjemahkan oleh L.A.Sedillot pada tahun 1834 M.
  16. “Fi Misahat al-Mujassam (al-Jism) al-Mukaff’, diteijemahkan  oleh H. Sater dalam “Biblitheca Mathematica”, pada tahun 1912 M.
  17. “Fi Irtita’ al-Kutb”, diterjemahkan oleh C. Schoy dalam “De Zee” tahun 1920 M.
  18. “Liber de Crepusculis et Nubium Ascensionibus”, Buku ini diterjemahkan oleh Gerard dari Cremona dan diterjemahkan bersama dengan naskah “De Crepusculis”, karangan Pedro Nunnes (Lisbon-1542) serta dicetak ulang oleh Frederick Risner sebagai sebuah appendix buku “The saurus”.[5]

Di samping sumbangannya seperti yang disebutkan di atas, al-Haytsam Ibnu al-Haytsam juga memberikan sumbangan dalam memahami gejala-gejala atmosfer seperti senjakala (twi light), memberi gambaran yang jelas tentang mata dan penglihatan dengan baik bahwa sinar timbul pada obyek yang terlihat dan bukan pada mata, seperti anggapan para filosof Yunani kuno. lbnu al-Haytsam juga telah berusaha rnenerangkan secara jelas tentang fisibinocular (pengamatan dengan menggunakan teropong) serta penggunaan kamera, yang secara eksperimental memperlihatkan bahwa sinar melintas lurus. Ini sebenarnya bermula dari eksperimennya yang dilakukan dengan melebur berbagai macam batuan yang ternyata kemudian menjadi kaca. Dari sinilah ia mendapatkan kaca bumi. Kacamata, kaca mikroskop dan kaca teleskop yang kita kenal sekarang ini, sesungguhnya merupakan hasil eksperimen Ibnu al-Haytsam.
Seperti halnya Ibnu Sina dan al-Biruni, Ibnu al-Haytsam menegaskan bahwa sinar cahaya bergerak mulai obyek dan berjalan menuju mata, benda akan terlihat karena memantulkan sinar kepada mata, jadi retina mata merupakan tempat penglihatan dan bukan yang mengeluarkan cahaya. Ini kebalikan dan apa yang pernah dijelaskan oleh teori Eukildes, Ptolemaios dan al-Kindi bahwa benda akan terlihat karena mata memancarkan sinar kepada benda. Ia lalu menemukan bentuk lengkung yang ditembus cahaya ketika berjalan di udara (penyimpangan spheric) dan dengan begitu ia menetapkan bahwa bimasakti (the milkyway) sangat jauh terpencil dari planet bumi serta tidak mempunyai atmosfir karena tidak memiliki parallax.[6]
Sebagai seorang ilmuwan, Ibnu al-Haytsam diabadikan namanya oleh George Sarton dan Dr. Donald dengan menyebutnya sebagai “The Greatest Student of Optics of All Times” (ilmuwan terbesar di bidang optik, sepanjang zaman) karena telah banyak sekali melakukan riset di bidang fisiologi optik dan geometri. Ia juga berhasil membuat cermin-cermin parabola dan sferis (bulat), serta menemukan perbandingan antara sudut datang dan sudut pergi (bias), pada bidang-bidang datar (sehingga karya-karyanya merupakan hasil penelitian yang jauh mendahului karya-karya lain di Barat mengenai sifat-sifat lensa).
Selain itu, al-Haytsam juga menemukan kaca fokus yang mengantar dunia masuk ke dalam ilmu dioptik  pengetahuan tentang daya cahaya, teori dioptik ditemukannya lewat serangkaian percobaan melebur berbagai macam logam dan kristal. Kemudian berkembang pesat yang pada akhirnya mengantarkan abad modern kepada kamera obsecura- kamera buram yang digunakan dalam fotografi. Dan dia pulalah yang menemukan lewat teorinya yang terkenal tentang refraksi atmosfer bahwa pembiasan cahaya akan menyimpang sesuai dengan kerapatan (densitas) atmosfer, dan bahwa kerapatan atmosfer juga akan berubah sesuai dengan ketinggian, atau tinggi rendahnya permukaan air laut.
Dan karya-karyanya yang pernah ditulis, terutama buku “Optics” ternyata telah banyak mendasari dan mempengaruhi karya-karya optik Roger Bacon serta penulis-penulis Barat lainnya, seperti Leonardo da Vinci, Pole Witello (Vitellio), dan Johann Keppler. Penemuan besarnya yang lain adalah mengenai arah jalannya garis miring (curviliniair) suatu sinar cahaya yang melalui atmosfer.
Studi dan eksperimennya di bidang optik dalam laboratorium optik yang dibangunnya sehingga berhasil menemukan rumus-rumus ilmu cahaya (optik) dan geometri, kemudian dilanjutkan oleh ilmuwan-ilmuwan sesudahnya seperti Robert Grasseteste dan Roger Bacon pada abad ke-13 M. Tak lama kemudian setelah mereka meninggal, sebuah eksperimen optik dilakukan yang pada akhirnya membuahkan penemuan berupa kacamata pembesar yang dasarnya adalah pembesaran sebuah obyek oleh lensa-lensa, yang hal ini telah diketahui Iebih dulu oleh Ibnu al-Haytsam. Padahal sebelumnya, yakni pada masa-masa Yunani purba, belum pernah tercatat.
Fakta ini dapat kita simak dalam bukunya “Neraca Hikmah” yang di dalamnya ia meneliti suatu pembiasan cahaya dengan menggunakan alat/media perantara, misalnya air dan udara. Teori yang dikemukakannya kemudian berhasil membawa dunia kepada pengetahuan tentang kaca lensa pembesar, yang 600 tahun setelah itu dicoba oleh Sneel dan Descartes tapi tidak berhasil. Tiga abad setelah teori al-Haytsam lahir, barulah orang dapat mempraktekkannya di Italia.
Teori-teori optik Ibnu al-Haytsam merupakan sebuah teori yang berpengaruh dan menggoncangkan, sampai sekarang ini. Apalagi dalam penemuannya, ia dapat mengawinkan cerrnin-cermin bulat dan parabola, serta menemukan suatu metode untuk mendapatkan fokus. Karena itu keberhasilan Roger Bacon (1214-1294 M.) dan sarjana-sarjana Barat Iainnya dalam pekerjaan mereka, sesungguhnya juga merupakan prestasi tersendiri bagi Ibnu al-Haytsam. Karya-karyanya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Italia dan Latin oleh Keplier dijadikan sebagai suatu pegangan yang dapat diandalkan dalam riset-risetnya. Begitu pula Leonardo da Vinci (1452-1519) telah mengetahui dan menggunakan karya-karya Ibnu Haytsam.[7]
Kata-kata bijak dari Ibnu al-haitham :
"Selagi usia masih ada dan aku boleh melakukan kegiatan ilmiah tersebut dengan mengerah seluruh tenaga dan kekuatan, tiga perkara yang aku harapkan:

Pertama: Semoga boleh membantu dan memberi kebaikan kepada orang yang mencari kebenaran, seterusnya dia boleh memanfaatkannya sama ada aku masih hidup atau selepas aku mati.

Kedua: Aku menjadikan perkara tersebut sebagai suatu usaha untuk menyatakan perkara-perkara yang timbul di dalam pemikiran aku setelah diteliti secara mendalam mengenai ilmu-ilmu tersebut.

Ketiga: Aku menjadikannya sebagai bekalan dan persiapan untuk hari tua."

(Ibnu Haitham)