Febdian Rusydi (Rijksuniversiteit Groningen)
SAAT ini di Eropa dan wilayah utara bumi tengah musim dingin.Salah satu
fenomena menarik saat musim dingin adalah salju. Menjadi unik karena
kristal-kristal es yang lembut dan putih seperti kapas ini hanya hadir
secara alami di negeri empat musim atau di tempat-tempat yang sangat
tinggi seperti puncak gunung Jayawijaya di Papua. Kenapa salju secara
alami tidak bisa hadir di wilayah tropis seperti negeri kita?
Untuk menjawab itu, bisa kita mulai dari proses terjadinya salju.
Berawal dari uap air yang berkumpul di atmosfer Bumi, kumpulan uap air
mendingin sampai pada titik kondensasi (yaitu temperatur di mana gas
berubah bentuk menjadi cair atau padat), kemudian menggumpal membentuk
awan. Pada saat awal pembentukan awan, massanya jauh lebih kecil
daripada massa udara sehingga awan tersebut mengapung di udara – persis
seperti kayu balok yang mengapung di atas permukaan air. Namun, setelah
kumpulan uap terus bertambah dan bergabung ke dalam awan tersebut,
massanya juga bertambah, sehingga pada suatu ketika udara tidak sanggup
lagi menahannya. Awan tersebut pecah dan partikel air pun jatuh ke Bumi.
Partikel air yang jatuh itu adalah air murni (belum terkotori oleh
partikel lain). Air murni tidak langsung membeku pada temperatur 0
derajat Celcius, karena pada suhu tersebut terjadi perubahan fase dari
cair ke padat. Untuk membuat air murni beku dibutuhkan temperatur lebih
rendah daripada 0 derajat Celcius. Ini juga terjadi saat kita menjerang
air, air menguap kalau temperaturnya di atas 100 derajat Celcius karena
pada 100 derajat Celcius adalah perubahan fase dari cair ke uap. Untuk
mempercepat perubahan fase sebuah zat, biasanya ditambahkan zat-zat
khusus, misalnya garam dipakai untuk mempercepat fase pencairan es ke
air.
Biasanya temperatur udara tepat di bawah awan adalah di bawah 0 derajat
Celcius (temperatur udara tergantung pada ketinggiannya di atas
permukaan air laut). Tapi, temperatur yang rendah saja belum cukup untuk
menciptakan salju. Saat partikel-partikel air murni tersebut
bersentuhan dengan udara, maka air murni tersebut terkotori oleh
partikel-partikel lain. Ada partikel-partikel tertentu yang berfungsi
mempercepat fase pembekuan, sehingga air murni dengan cepat menjadi
kristal-kristal es.
Partikel-partikel pengotor yang terlibat dalam proses ini disebut
nukleator, selain berfungsi sebagai pemercepat fase pembekuan, juga
perekat antaruap air. Sehingga partikel air (yang tidak murni lagi)
bergabung bersama dengan partikel air lainnya membentuk kristal lebih
besar.
Jika temperatur udara tidak sampai melelehkan kristal es tersebut,
kristal-kristal es jatuh ke tanah. Dan inilah salju! Jika tidak, kristal
es tersebut meleleh dan sampai ke tanah dalam bentuk hujan air.
Pada banyak kasus di dunia ini, proses turunnya hujan selalu dimulai
dengan salju beberapa saat dia jatuh dari awan, tapi kemudian mencair
saat melintasi udara yang panas. Kadang kala, jika temperatur sangat
rendah, kristal-kristal es itu bisa membentuk bola-bola es kecil dan
terjadilah hujan es. Kota Bandung termasuk yang relatif sering mengalami
hujan es. Jadi, ini sebabnya kenapa salju sangat susah turun secara
alami di daerah tropik yang memiliki temperatur udara relatif tinggi
dibanding wilayah yang sedang mengalami musim dingin.
Struktur unik salju
Kristal salju memiliki struktur unik, tidak ada kristal salju yang
memiliki bentuk yang sama di dunia ini (lihat Gambar
SnowflakesWilsonBentley.jpg) – ini seperti sidik jari kita. Bayangkan,
salju sudah turun semenjak bumi tercipta hingga sekarang, dan tidak satu
pun salju yang memiliki bentuk struktur kristal yang sama!
Keunikan salju yang lainnya adalah warnanya yang putih. Kalau turun
salju lebat, hamparan bumi menjadi putih, bersih, dan seakan-akan
bercahaya. Ini disebabkan struktur kristal salju memungkinkan salju
untuk memantulkan semua warna ke semua arah dalam jumlah yang sama, maka
muncullah warna putih. Fenomena yang sama juga bisa kita dapati saat
melihat pasir putih, bongkahan garam, bongkahan gula, kabut, awan, dan
cat putih.
Selain itu, turunnya salju memberikan kehangatan. Ini bisa dipahami dari
konsep temperatur efektif. Temperatur efektif adalah temperatur yang
dirasakan oleh kulit kita, dipengaruhi oleh tiga besaran fisis:
temperatur terukur (oleh termometer), kecepatan pergerakan udara, dan
kelembapan udara. Temperatur efektif biasanya dipakai untuk menentukan
“zona nyaman”. Di pantai, temperatur terukur bisa tinggi, namun karena
angin kencang kita masih merasa nyaman. Pada saat salju turun lebat,
kelembapan udara naik dan ini memengaruhi temperatur efektif sehingga
pada satu kondisi kita merasa hangat.
Jadi, Anda bisa mengirim ungkapan romantis kepada teman Anda, “cintaku
sehangat salju”. Kalau dia tidak paham, kesempatan untuk Anda
menjelaskan fenomena ini. Fisika pun bisa menjadi senjata yang andal
bagi mereka yang sedang pedekate.***
Gambar: Contoh-contoh bentuk kristal salju yang diambil oleh Wilson
Bentley pada tahun 1902. Gambar diambil dari situs wikipedia.org.
Sumber : Pikiran Rakyat (28 Desember 2006)
Dapat dilihat juga di : http://www.fisikanet.lipi.go.id/utama.cgi?fenomena&1172922307&1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar