dikutip dari : http://www.dakwatuna.com/2013/01/27206/sepucuk-surat-yang-membuatku-jatuh-cinta/#ixzz2I9NCnxxv
Nak, menjadi guru itu indah dan mulia. Kecemasan yang kurasakan saat pertama berjumpa denganmu di kelas masih belum hilang hingga saat ini. Kecemasan yang indah karena ia didasari sebuah cinta dan harapan. Harapan akan cerahnya masa depanmu kelak. Ya, dengan cinta dan harapan itulah aku mendidikmu, karena jika bukan karena harapan tak seorang ibu mau menyusui anaknya, jika bukan karena harapan tak seorang petani mau menanam padi. Meskipun demikian, ketahuilah, menjadi guru itu berat dan sulit. Tapi kuakui, betapa sepanjang masa kehadiranmu di sisiku, aku seperti menemui makna keberadaanku dan tugas kemanusiaanku terhadapmu. Sepanjang masa keberadaanmu adalah salah satu masa terindah dan paling aku banggakan di depan siapapun. Bahkan di hadapan Allah, ketika aku duduk berduaan berhadapan dengan-Nya, dalam setiap malamku, kupanjatkan doa pada Allah agar Ia sudi memberikan kemudahan untukmu memahami pelajaran dan agar Ia memberikan keberkahan ilmu kepadamu.
Tapi seiring waktu, ketika engkau suatu kali telah mampu berkata ‘Tidak!’, ketika engkau sudah mulai tergoda untuk menyontek, timbul kesadaranku siapa engkau sesungguhnya, Engkau bukan milikku. Engkau adalah milik Allah. Tak ada hakku menuntut pengabdian darimu. Karena pengabdianmu semata-mata seharusnya hanya untuk Allah SWT.
Sejak saat itu, satu-satunya usahaku adalah mendekatkanmu kepada pemilikmu yang sebenarnya. Tugasku bukan membuatmu dikagumi orang lain, tapi agar engkau dikagumi dan dicintai Allah. Inilah usaha terberatku, karena artinya aku harus bertentangan dengan keinginanmu, aku tahu engkau sangat suka menyontek, tetapi ketahuilah bahwa menyontek itu tidak akan mendatangkan keberkahan.
Kemudian, pelajaran kitapun mulai berjalan kembali, tak perlu engkau kuhindarkan dari kerikil tajam dan lumpur hitam. Aku Cuma menatapmu tenang dan merapatkan jiwa kita satu sama lain dengan nasihat dan lantunan doa. Agar dapat kau rasakan perjalanan rohaniah yang sebenarnya. Saat engkau mengeluh susahnya memahami pelajaran, kukuatkan engkau karena kita memang tak boleh menyerah. Menyerah berarti kalah. Inilah kata-kataku tiap kali kau mengadu dan hampir putus asa.
Akhirnya Nak, kalau nanti, ketika semua manusia dikumpulkan di hadapan Allah, dan kudapati jarakku amat jauh dari-Nya, Aku akan ikhlas. Karena seperti itulah aku di dunia. Tapi, kalau boleh aku berharap, aku ingin saat itu aku melihatmu dekat dengan Allah karena keberkahan ilmu yang kuajarkan padamu. Aku akan bangga Nak, karena itulah bukti bahwa aku telah membantumu memahami satu hal, BAHWA HASIL DARI MENYONTEK ITU TIDAK PATUT UNTUK DIBANGGAKAN.