Rabu, 23 Maret 2011

HAARP, Tsunami Jepang, dan Tanda-Tanda Akhir Zaman


Monday, 14/03/2011 16:15 WIB | email | print
Penulis tidak tahu mesti mulai dari mana ketika nama HAARP muncul sesaat setelah Tsunami memporakporandakan daratan Jepang.
Penulis juga tidak mau memaksa terhadap hipotesa bahwa nama HAARP-lah yang bermain dalam gelombang dahsyat tersebut sekaligus juga tidak menampik bahwa HAARP ada di belakang ini semua.
Suatu ketika, petunjuk Allah yang akan menjawab kegelisahan dan rasa penasaran kita semua.
Kita di sini sedang mendikusikan sebuah fakta tentang Kebangkitan kedua Kapitalisme Marxis di Amerika Serikat (AS) yang bertindak semena-mena terhadap negara lainnya.
Dan kedua kita juga sedang berbicara mengenai tanda-tanda akhir zaman dimana semakin digdayanya globalisasi dunia ini menuju singgasana kelahiran Sang Mata Satu, penulis namakan itu hampir sama dengan thesis Ahmad Thompsom, Sistem Dajjal.
HAARP sendiri adalah singkatan dari High Frequency Active Auroral Research Program. Sebuah alat pengubah cuaca. Menara transmisi HAARP terletak terpencil di daerah Alaska, dan dirancang sedemikian rupa sehingga menghasilkan enerji yang sangat besar dan kemudian dipancarkan ke lapisan ionosfer.
Namun benarkah HAARP yang notabene menjadi program senjata pemusnah masal AS menjadi dalang untuk menghancurkan Jepang dan merebut senjata nuklir Jepang?
Jepang, Sekutu AS? Geopolitik Asia Timur
Tidak pernah ada sekutu abadi bagi AS. Bahkan Indonesia sekalipun. Era kemenangan Demokrasi Liberal, seperti thesis Fukuyama adalah jalan untuk sebuah negara menginjak negara lain. Era bagi sebuah kekuatan asing yang terus membangun kedigdayaannya dengan cara berbohong, membohongi konsumennya.
Konstelasi politik Asia Timur diramaikan pada persengkataan antara kekuatan nuklir dan militer di antara banyak negara. Jepang sebagai bagian Negara super power Asia, memiliki investasi nuklir yang bisa menjadi bom waktu bagi siapa saja, termasuk AS. Ini karena Jepang sejak era Perang Dunia II telah memiliki sarana dan prasana yang baik untuk mengembangkan program nuklir, sekalipun tidak begitu berhasil.
Melihat gejala ini, kita tidak lagi bicara bahwa Jepang selama ini adalah sekutu bagi AS. Sekali lagi penulis ingin menekankan tidak ada istilah sekutu bagi mereka. Dalam wilayah kapitaslime global, kekuatan dan uang adalah mitra sesungguhnya.
Menguasai teknologi nuklir secara masif akan mendongkrak kekuatan suatu negara menjadi negara powerful yang memiliki bargaining dengan kekuatan politik lainnya.
Surwandono, salah seorang pemerhati Hubungan Internasional di Yogyakarta, menyatakan bahwa dengan penguasaan teknologi nuklir, setidaknya negara besar yang selama ini bisa mendikte perilaku politik negara kecil, akan berfikir dua sampai tiga kali.
Sedikit gambarannya saja bahwa kemampuan rudal Korea Utara sudah dalam kapasitas rudal jarak jauh bahkan antar benua. Inilah yang menjadi ketakutan Amerika dan Korea.
Kepentingan AS terhadap nuklir Jepang sangat terasa pasca era millennium baru saat ini.
Inilah yang membuat AS merasa memiliki kepentingan berarti pasca meledaknya reaktor nuklir Jepang setelah Tsunami menghempas. Bayangkan saja bagaimana kesigapan Gedung Putih melihat tragedi ini.
Minggu kemarin, Gedung Putih, seperti dilansir kantor berita Antara, telah mengirimkan para pakar ke reaktor-reaktor nuklir di Jepang. Dua reaktor di negara itu telah mengalami kerusakan akibat gempa bumi besar dan menghadapi kebocoran.
Dalam sebuah pernyataannya, Gedung Putih pun mengatakan bahwa Tim Tanggap Bantuan Bencana telah dikirimkan ke Tokyo. Tim ini termasuk petugas berkeahlian nuklir dari Departemen Energi dan Kesehatan dan Sumber Daya Manusia di samping Komisi Peraturan Nuklir (NRC). Para anggota NRC adalah pakar dalam reaktor nuklir air panas dan bersedia untuk membantu rekan-rekan mereka di Jepang.
Para pejabat dari Departemen Energi, NRC, dan lembaga lain telah mengadakan kontak dengan pejabat-pejabat Jepang di Fukushima dan akan memberikan bantuan apapun bagi permintaan pemerintah Jepang, karena mereka bekerja untuk menstabilkan reaktor nuklir mereka yang rusak.
NRC juga telah menyiarkan informasi yang menyatakan bahwa Hawaii, Alaska, Amerika Serikat dan Wilayah Pantai Barat AS tidak diharapkan untuk mengalami tingkat radioaktivitas berbahaya. Amerika Serikat dan Jepang keduanya memiliki kemampuan yang sangat canggih untuk memantau dan memprediksi aliran dari setiap kebocoran radioaktif, menurut laporan media AS.
Inilah invasi besar-besaran yang bisa jadi menjadi misi sesungguhnya Amerika dalam tsunami Jepang saat ini. Alih-alih ingin membantu, AS telah mempelajari skema reaktor kuklir Jepang yang kelak jika tidak diwaspadai bisa menjadi bumerang bagi mereka sendiri.
Melihat ini semua, kita layaknya sedang melihat bahwa AS sudah seperti negara paling berkepentingan sekaligus paling panik dibanding dengan Jepang sendiri melihat kasus kebocoran nuklir di Fukushima.
Peter Bradford misalnya,Kepala Komisi Regulator Nuklir AS, ini mengatakan bahwa jika upaya pendinginan reaktor gagal, maka situasi di Fukushima menjadi mirip seperti di Chernobyl, Ukraina.
Bradford menjelaskan bahwa dua kecelakaan nuklir terburuk dalam sejarah terjadi pada bencana Chernobyl pada tahun 1986 dan ledakan reaktor Three Mile Island di AS pada tahun 1979 dan itu bisa terulang di Jepang.
Namun terlepas dari itu semua, kita juga harus melihat apa motif sebenarnya Jepang memiliki nuklir? Apakah misi Jepang sesungguhnya ketika berniat memiliki teknologi hebat ini mengingat para ahli juga pernah mengatakan bahwa Jepang tidak begitu berhasil melangsungkan proyek nuklir.
Jawabannya tidak lain karena Jepang ingin mengantisipasi jika dikemudian hari AS tidak berhasil mengatasi persoalan Korea Utara dengan baik.
Dodik Ariyanto dalam tulisannya “Era Baru Perang Bintang”, mengatakan bahwa Provokasi Kim Jong II, khususnya sejak uji-coba Taepodong II Juli 2006, telah menyulut kekhawatiran luas di Jepang bahwa payung keamanan AS yang dipadu dengan kemampuan peralatan yang ada saat ini, sangat tidak memadai guna melindungi Jepang seandainya Kim gelap mata.
Kekhawatiran tersebut jelas sekali ketika tahun Jepang kemudian mengeluarkan pernyataan resmi bahwa ia punya hak melakukan setiap antisipasi menghadapi perkembangan terakhir di Korut. Selain alokasi $1,9 milyar untuk teknologi rudal pada anggaran 2007.
Kita tahu bersama bahwa tidak ada satu negarapun yang tahu persis apa yang sedang mereka pikirkan masing-masing, serta apa yang akan dilakukan oleh negara lainnya jika ada sebuah skenario sedang tersusun rapih.
Akhirnya, setiap negara dipaksa untuk berpikir bahwa perilaku tetangganya dapat setiap saat menjadi ancaman baginya, sehingga tersedia pilihan sikap yang sama persis menyangkut keamanan nasionalnya, yaitu : 1). aktif bekerjasama dan tidak bersenjata ; 2) bersenjata sementara negara lain tak bersenjata ; 3) semua bersenjata dengan kemungkinan terjadinya perang, dan ; 4) tidak bersenjata sementara negara lain bersenjata.
Jadi, sebenarnya AS di satu sisi diuntungkan oleh meledaknya reaktor nuklir Jepang dan mereka memiliki kelegaan dimana kekuatan “calon musuhnya”, suatu ketika sudah terbaca mengingat berbagai perangkat pakar nuklir AS telah meindentifikasi titik pergerakan reaktor nuklir saat ini. Lalu inikah indikasi kuat bahwa AS ada dibalik Tsunami ini?
HAARP dan Kasus Tsunami Jepang: Sebuah Diskusi
HAARP sebenarnya adalah proyek investigasi yang bertujuan untuk memahami, menstimulasi, dan mengontrol proses ionospherik yang dapat mengubah kinerja komunikasi dan menggunakan sistem surveilans. HAARP mulai dikemangkan pemerintah AS pada tahun 1992 dan ditargetkan rampung pada tahun 2012.
Menurut salah sebuah sumber, cara kerja HAARP adalah dengan memanaskan ionosphere yang ada di langit. Hal ini dapat memanipulasi keadaan langit disekitarnya, sehingga pada masa percobaan dapat terjadi suatu hal yang tidak diinginkan misalnya terjadi badai, gempa bumi, gangguan sinyal dan lain-lain.
Caranya dengan menentukan satu titik lokasi ionosphere yang akan dipanaskan, lalu tekanan yang berada di atmosfer juga akan naik. Maka tekanan yang terbentuk dikumpulkan di satu titik dan terbentuklah manipulasi jetstream).
Namun menurut sebagian kalangan, ada sesuatu yang lebih besar sedang dilakukan di tempat ini, yaitu pengembangan senjata pemusnah massal. HAARP disebut mampu menciptakan banjir dengan memanipulasi penguapan air, mampu menciptakan badai dan bahkan gempa bumi.
Dengan kemampuan ini, tentu saja itu berarti Amerika akan mampu menciptakan bencana kelaparan di wilayah yang diinginkannya. Projek ini menurut sebagian kalangan bertanggungjawab terhadap beberapa peristiwa gempa besar, seperti gempa bumi 7,8 skala Richter (SR) di Sichuan China 12 Mei 2008, gempa bumi 7,0 SR di Haiti 12 Januari 2010, dan gempa bumi 8,8 SR di Chile 27 Februari 2010.
Ketika Haiti diguncang gempa bumi berkekuatan 7,0 SR pada 12 Januari 2010 dan menewaskan sekitar 200.000 orang, banyak media massa yang melansir pernyataan Presiden Hugo Chavez kepada surat kabar Spanyol ABC.
Dalam berita disebutkan pemimpin Venezuela itu menuduh AS menyebabkan kehancuran di Haiti dengan menguji coba "senjata tektonik". Hal ini kontak memicu media massa Venezuela untuk melaporkan bahwa gempa bumi ini terkait dengan projek HAARP yang dapat menghasilkan perubahan iklim yang tak terduga dan keras.
Sebuah laporan Amerika berada di balik Tsunami Jepang memang sempat menuju titik terang. Seperti dikutip dari situs http://www.atlanteanconspiracy.com/2011/03/japan-tsunami-caused-by-haarp.html. Terlihat ada grafik peningkatan pergerakan elektromagnetik saat sebelum HAARP diaktifkan dan 36 jam pasca tsunami.
Namun kita ketahui bersama indikasi HAARP tidak saja berada pada level eletktromagenitik, namun juga penampakan aurora di sekitar langit seperti pada kasus gempa Chile. Ini yang mesti dibuktikan.
Aurora sendiri merupakan fenomena pancaran cahaya yang menyala-nya pada lapisan Ionosfer (bagian Atmosfer yang terionisasi oleh radiasi matahari) suatu planet akibat interaksi medan magnetik planet tersebut dengan partikel bermuatan (ion) yang dipancarkan matahari.
Tanda-Tanda Akhir Zaman
Terlepas dari diskusi itu, terjadinya gempa secara beruntun baik di Chile, Haiti, New Zealand, dan kini Jepang menandakan baak baru tanda-tanda akhir zaman. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Sesungguhnya kiamat tidak akan terjadi sehingga kamu melihat sepuluh tanda . . . ” Kemudian baginda menyebut antara lain “dan tiga gempa bumi iaitu gempa di wilayah timur, di wilayah barat dan di Jazirah Arab.” (Shahih Muslim Syarah Nawawi 18:27 – 28)
Di hadits yang lain, juga pernah ada nubuwah serupa. Dari Ummu Salamah, ia mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sesudahku nanti akan terjadi gempa bumi di Wilayah Timur, gempa bumi di wilayah Barat dan gempa bumi di Jazirah Arab.” Saya bertanya,” Wahai Rasulullah saw apakah bumi akan digempakan padahal di dalamnya masih ada orang-orang yang saleh?” baginda menjawab, “ Apakala penghuninya telah banyak melakukan keburukan.”
Sebagai umat Islam, kejadian ini haruslah menjadi media kita untuk meningkatkan iman kepada Allahuta’la. Gempa dan tsunami adalah refleksi bahwa ujian dan peringatan betapa sombongnya manusia dunia dan betapa kemaksiatan sudah merajalela di muka bumi.
Jepang, Negara penyembah matahari itu tidak berdaya apa-apa ketika jutaan mobil produksi mereka hancur tak bersisa. Kehebatan mereka dalam ilmu geologi pun menjadi tidak bisa berfungsi ketika Allahuta’ala menetapkan ketetapannya.
Kemaksiatan yang perlu menjadi renungan kita semua adalah tidak lain sebuah kesombongan berupa pemujaan terhadap sains dan teknologi melebihi proposrsi sebenarnya. Sains bahkan telah menggantikan peran Allahuta’ala sebagai penentu hukum alam.
Bahkan tidak hanya menampik hukum buatan Allah, namun HAARP sendiri jika memang betul berada dibalik ini semua, justru diciptakan oleh sebuah bangsa yang sudah menjadikan Sang Mata Satu sebagai sesembahannya.
Dan inilah bencana sesungguhnya, bencana dimana kita tidak lagi mengakui Allah sebagai Rabb. Wallahua’lam. (pz)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar