Nama lengkapnya Abu Ali al-Hasan bin al-Hasan bin al-Haytsam al-Basri al-Misri, juga dikenal dengan nama Latin al-Hazen, Avennethar, Avenetar. Ia lahir di Basra sekitar tahun 354 H/ 965 M. Tetapi hendaknya ia dibedakan dengan al-Hazen lain yang pernah menerjemahkan karya Ptelemaious, “Almages”, pada abad ke-10 M. Ibnu al-Haytsam adalah salah seorang ahli matematika ulung serta ahli fisika terbaik yang paling disegani sejak abad ke-11 M. Di masa hidupnya ia juga tercatat sebagai ahli fisika pertama dari kalangan Islam.[1]
Pada tahun-tahun terakhir hidupnya, ia pindah ke Mesir, dan bekerja di bawah pemerintahan khalifah Fathimiyah, al-Hakim (966-1020 M). Ia dipercaya mencari metode untuk memantau banjir tahunan sungai Nil, tetapi ia gagal mengemban misi ini karena memang misi tersebut terlalu berat untuk dibebankan ke pundak seorang al-Haytsam. Bahkan menurut sebuah sumber, karena kegagalan mengemban misi tersebut, al-Haytsam seolah-olah menghilang, malahan ada juga yang menyatakan ia gila, hingga pada saat kematian al-Hakim.2[2]
Dalam “ Uyumul Ariba fi Thabaqat al Attiba”, disebutkan bahwa karyanya mencapai 200 judul karya ilmiah. Tulisannya meliputi bidang optik, matematika, farmakologi, fisika dan filsafat. Lewat karyanya itulah dapat diketahui betapa pengetahuannya tentang penulis-penulis Yunani amat dalam dan luas, khususnya tampak dalam bahasan dan kritik-kritiknya terhadap Ptelemaious. Teori-teori optiknya jauh lebih tinggi dari apa yang dihasilkan Ptolemeus, dan berpengaruh besar terhadap ilmuwan-ilmuwan Eropa di zaman renaissance dan sesudahnya, seperti Roger Bacon, Leonardo da Vinci, John Kepler, Descartes dan lain-lain.[3] Bahkan menurut John William Draper dalam “History of The Intellectual Development of Europe” al-Hazen merupakan orang pertama yang memperbaiki kekeliruan konsep Yunani tentang penglihatan. Keterangannya tidak didasarkan pada hipotesa dan perkiraan belaka, tetapi pada penyelidikan anatomi dan pembahasan geometris.[4] Di antara karya-karyanya antara lain:
- “Maqalah fi Istikhraj Samt al-Qiblat”, di dalamnya ia menyusun teorema kotangen seperti yang kita kenal sekarang ini.
- “Maqalah,fi Hayat al-Alam”, Buku ini diterjemahkan ke dalam dua bahasa Hebrew dan juga diterjemahkan ke dalam tiga bahasa Latin yang salah satu di antaranya diedit oleh J. Millas dengan judul “Las Traduciones Orien tales”, sedang yang lainnya ke dalam bahasa Persia dan Castilis. Buku inilah yang kemudian berpengaruh besar pada tokoh-tokoh penerusnya, Misalnya pada karya-karya lbnu Rusyd, al Jaghmini, al- Kazwini dan Peurbach.
- “Kitab fi al-Manasit”, (Kamus optika). Karya mi diulas dengan amat jelas oleh Kamaluddin al-Farisi, lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan diterbitkan pada tahun 1572 M di Basla oleh Frederick Risner dengan judul “Thesaurus Opticus” atau “Opricae Thesaurus of al-Hazen”. Penulis-penulls Abad Pertengahan yang memperdalam studinya tentang ilmu-ilmu mata, menggunakan buku ini sebagai pegangan. Di antara mereka adalah Roger Bacon, Pole Witelo (Vitellio), Leonardo da Vinci dan Johann Keppler. Bahkan sebuah buku Dioptics (ilmu bias sinar) yang dikarang oleh Johann Keppler yaitu “Ad vitellionem Parapomena”, yang diterbitkan pertama kali di Frankfurt pada tahun 1604 M, didasarkan sepenuhnya pada karya al-Hazen (Ibnu al-Haytsam).
- “Fl al-Maraya al-Muhriqah bi ad-Dawa’ir”, yang diterjemahkan oleh E. Wiedemann dalam “Bibliotheca Mathematica”, tahun 1910 M.
- “Maqalahfi Daw al-Kamar”, merupakan sebuah karya penting yang menguraikan sejumlah gagasan-gagasannya secara terperinci mengenai cahaya, warna-warna dan gerak-gerak langit (The Celestia Movement).
- “Fi al-Marava al-Muhriqah bi al-Kuru “, sebuah buku tentang cermin-cermin parabolik, juga diterjemahkan oleh Wiedemann dan J.L. Heiberg dalam “Biblioteheca Mathematica”, tahun 1910 M.
- “Fi anna al-Qura Awsa al-Asykal al-Mujasama Allati Ihatuha Mutasawiya wa anna ad Da‘ira Awsa al-Asykal al-Musattaha allati thatuha Mutasawiya”, Buku mi di terjemahkan dan dibahas oleh H. Dilgan pada tahun 1959 M. Dalam buku tersebut alHaytsam menunjukkan bahwa dari dua poligan (segi banyak) tetap yang digambarkan dalam suatu lingkaran yang sama, mempunyai jumlah sisi yang lebih banyak, maka juga akan mempunyai permukaan dan garis keliling (perimeter) yang lebih luas pula.
- “Fi Surat al-Kusuf’ merupakan buku yang pertama kali menguraikan dengan terperinci mengenai penggunaan kamera obscura pada pengamatan gerhana-gerhana matahari. Ini diterjemahkan oleh F. Wiedemann pada tahun 1914 M.
- “Dzawahir al-Fasaq” (tentang gejala-gejala senjakala). Terjemahan bahasa Iatinnya masih ada, namun naskah aslinya sudah dianggap hilang karena dibakar oleh kardinal Ximenez Cisneros di Spanyol, yang membenci ilmu pengetahuan.
- “Fi Kayfiyyaf al-Jzlal” diterjemahkan secara ringkas oleh E. Wirendemann pada tahun 1970 M.
- “Fi Atsar alladzifi al-Kamar” diterjemahkan oleh C. SchoyHannover tahun 1925 M.
- “Fi ad-Daw”, pada tahun 1882 diedit oleh E. Baartmann serta diedit di Kairo pada tahun 1936 M.
- “Fi al-Makan”, terjemahan ringkasannya oleh F. Wiedemann pada tahun 1909 M.
- “Fi Istikhraj Mas’alah Adadiyyah” juga diterjemahkan oleh E. Wiedemann pada tahun 1909 M.
- “Fi al-Ma’lumat”, diterjemahkan oleh L.A.Sedillot pada tahun 1834 M.
- “Fi Misahat al-Mujassam (al-Jism) al-Mukaff’, diteijemahkan oleh H. Sater dalam “Biblitheca Mathematica”, pada tahun 1912 M.
- “Fi Irtita’ al-Kutb”, diterjemahkan oleh C. Schoy dalam “De Zee” tahun 1920 M.
- “Liber de Crepusculis et Nubium Ascensionibus”, Buku ini diterjemahkan oleh Gerard dari Cremona dan diterjemahkan bersama dengan naskah “De Crepusculis”, karangan Pedro Nunnes (Lisbon-1542) serta dicetak ulang oleh Frederick Risner sebagai sebuah appendix buku “The saurus”.[5]
Di samping sumbangannya seperti yang disebutkan di atas, al-Haytsam Ibnu al-Haytsam juga memberikan sumbangan dalam memahami gejala-gejala atmosfer seperti senjakala (twi light), memberi gambaran yang jelas tentang mata dan penglihatan dengan baik bahwa sinar timbul pada obyek yang terlihat dan bukan pada mata, seperti anggapan para filosof Yunani kuno. lbnu al-Haytsam juga telah berusaha rnenerangkan secara jelas tentang fisibinocular (pengamatan dengan menggunakan teropong) serta penggunaan kamera, yang secara eksperimental memperlihatkan bahwa sinar melintas lurus. Ini sebenarnya bermula dari eksperimennya yang dilakukan dengan melebur berbagai macam batuan yang ternyata kemudian menjadi kaca. Dari sinilah ia mendapatkan kaca bumi. Kacamata, kaca mikroskop dan kaca teleskop yang kita kenal sekarang ini, sesungguhnya merupakan hasil eksperimen Ibnu al-Haytsam.
Seperti halnya Ibnu Sina dan al-Biruni, Ibnu al-Haytsam menegaskan bahwa sinar cahaya bergerak mulai obyek dan berjalan menuju mata, benda akan terlihat karena memantulkan sinar kepada mata, jadi retina mata merupakan tempat penglihatan dan bukan yang mengeluarkan cahaya. Ini kebalikan dan apa yang pernah dijelaskan oleh teori Eukildes, Ptolemaios dan al-Kindi bahwa benda akan terlihat karena mata memancarkan sinar kepada benda. Ia lalu menemukan bentuk lengkung yang ditembus cahaya ketika berjalan di udara (penyimpangan spheric) dan dengan begitu ia menetapkan bahwa bimasakti (the milkyway) sangat jauh terpencil dari planet bumi serta tidak mempunyai atmosfir karena tidak memiliki parallax.[6]
Sebagai seorang ilmuwan, Ibnu al-Haytsam diabadikan namanya oleh George Sarton dan Dr. Donald dengan menyebutnya sebagai “The Greatest Student of Optics of All Times” (ilmuwan terbesar di bidang optik, sepanjang zaman) karena telah banyak sekali melakukan riset di bidang fisiologi optik dan geometri. Ia juga berhasil membuat cermin-cermin parabola dan sferis (bulat), serta menemukan perbandingan antara sudut datang dan sudut pergi (bias), pada bidang-bidang datar (sehingga karya-karyanya merupakan hasil penelitian yang jauh mendahului karya-karya lain di Barat mengenai sifat-sifat lensa).
Selain itu, al-Haytsam juga menemukan kaca fokus yang mengantar dunia masuk ke dalam ilmu dioptik pengetahuan tentang daya cahaya, teori dioptik ditemukannya lewat serangkaian percobaan melebur berbagai macam logam dan kristal. Kemudian berkembang pesat yang pada akhirnya mengantarkan abad modern kepada kamera obsecura- kamera buram yang digunakan dalam fotografi. Dan dia pulalah yang menemukan lewat teorinya yang terkenal tentang refraksi atmosfer bahwa pembiasan cahaya akan menyimpang sesuai dengan kerapatan (densitas) atmosfer, dan bahwa kerapatan atmosfer juga akan berubah sesuai dengan ketinggian, atau tinggi rendahnya permukaan air laut.
Dan karya-karyanya yang pernah ditulis, terutama buku “Optics” ternyata telah banyak mendasari dan mempengaruhi karya-karya optik Roger Bacon serta penulis-penulis Barat lainnya, seperti Leonardo da Vinci, Pole Witello (Vitellio), dan Johann Keppler. Penemuan besarnya yang lain adalah mengenai arah jalannya garis miring (curviliniair) suatu sinar cahaya yang melalui atmosfer.
Studi dan eksperimennya di bidang optik dalam laboratorium optik yang dibangunnya sehingga berhasil menemukan rumus-rumus ilmu cahaya (optik) dan geometri, kemudian dilanjutkan oleh ilmuwan-ilmuwan sesudahnya seperti Robert Grasseteste dan Roger Bacon pada abad ke-13 M. Tak lama kemudian setelah mereka meninggal, sebuah eksperimen optik dilakukan yang pada akhirnya membuahkan penemuan berupa kacamata pembesar yang dasarnya adalah pembesaran sebuah obyek oleh lensa-lensa, yang hal ini telah diketahui Iebih dulu oleh Ibnu al-Haytsam. Padahal sebelumnya, yakni pada masa-masa Yunani purba, belum pernah tercatat.
Fakta ini dapat kita simak dalam bukunya “Neraca Hikmah” yang di dalamnya ia meneliti suatu pembiasan cahaya dengan menggunakan alat/media perantara, misalnya air dan udara. Teori yang dikemukakannya kemudian berhasil membawa dunia kepada pengetahuan tentang kaca lensa pembesar, yang 600 tahun setelah itu dicoba oleh Sneel dan Descartes tapi tidak berhasil. Tiga abad setelah teori al-Haytsam lahir, barulah orang dapat mempraktekkannya di Italia.
Teori-teori optik Ibnu al-Haytsam merupakan sebuah teori yang berpengaruh dan menggoncangkan, sampai sekarang ini. Apalagi dalam penemuannya, ia dapat mengawinkan cerrnin-cermin bulat dan parabola, serta menemukan suatu metode untuk mendapatkan fokus. Karena itu keberhasilan Roger Bacon (1214-1294 M.) dan sarjana-sarjana Barat Iainnya dalam pekerjaan mereka, sesungguhnya juga merupakan prestasi tersendiri bagi Ibnu al-Haytsam. Karya-karyanya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Italia dan Latin oleh Keplier dijadikan sebagai suatu pegangan yang dapat diandalkan dalam riset-risetnya. Begitu pula Leonardo da Vinci (1452-1519) telah mengetahui dan menggunakan karya-karya Ibnu Haytsam.[7]
Kata-kata bijak dari Ibnu al-haitham :
"Selagi usia masih ada dan aku boleh melakukan kegiatan ilmiah tersebut dengan mengerah seluruh tenaga dan kekuatan, tiga perkara yang aku harapkan:
Pertama: Semoga boleh membantu dan memberi kebaikan kepada orang yang mencari kebenaran, seterusnya dia boleh memanfaatkannya sama ada aku masih hidup atau selepas aku mati.
Kedua: Aku menjadikan perkara tersebut sebagai suatu usaha untuk menyatakan perkara-perkara yang timbul di dalam pemikiran aku setelah diteliti secara mendalam mengenai ilmu-ilmu tersebut.
Ketiga: Aku menjadikannya sebagai bekalan dan persiapan untuk hari tua."
(Ibnu Haitham)
"Selagi usia masih ada dan aku boleh melakukan kegiatan ilmiah tersebut dengan mengerah seluruh tenaga dan kekuatan, tiga perkara yang aku harapkan:
Pertama: Semoga boleh membantu dan memberi kebaikan kepada orang yang mencari kebenaran, seterusnya dia boleh memanfaatkannya sama ada aku masih hidup atau selepas aku mati.
Kedua: Aku menjadikan perkara tersebut sebagai suatu usaha untuk menyatakan perkara-perkara yang timbul di dalam pemikiran aku setelah diteliti secara mendalam mengenai ilmu-ilmu tersebut.
Ketiga: Aku menjadikannya sebagai bekalan dan persiapan untuk hari tua."
(Ibnu Haitham)
kata bijak dikutip dari : (http://ilalangkota.blogspot.com/2011/05/selagi-usia-masih-ada-ibnu-haitham.html)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar